KBRN, Banda Aceh : Kebijakan Pemerintah Aceh yang tidak mendukung sedikitpun penyertaan modal untuk pembentukan Bank Aceh Syariah kini terus menuai kecaman luas dari berbagai kalangan dan tokoh masyarakat di daerah ini.

”Ini dinilai merupakan bentuk tidak adanya komitmen dari Pemerintah Aceh untuk mewujudkan ekonomi sistem syariah pada perbankan yang sangat diharapkan oleh ulama dan umat Islam di provinsi ini,” ujar Ketua Fraksi Gerindra/PKS di DPRA, Drs. Abdurrahman Ahmad, kepada RRI, Selasa (20/1/2015).

Terus dihambatnya penyertaan modal tersebut dengan alasan yang dibuat-buat, dianggap suatu hal yang sangat memprihatinkan, mengingat Aceh sebagai provinsi yang tengah menjalankan syariat Islam, tapi enggan dan terkesan tidak mau ada Bank Aceh Syariah.

"Saat ini, dengan berbagai alasan yang tidak rasional, Pemerintah Aceh lewat tim anggarannya (TAPA) terus berusaha menghambat dukungan modal Bank Aceh Syariah, sepertinya tidak ikhlas pemerintah kita mewujudkan ekonomi syariah,”ujarnya.

Disebutkannya, penyertaan modal untuk Bank Aceh Syariah yang terpisah (spin off) dari konvensional, merupakan amanah dari Qanun No. 9 Tahun 2014 tentang Bank Aceh Syariah. Qanun tersebut mengamanahkan Bank Aceh Syariah harus terbentuk paling lambat 2016, sehingga penyertaan modal harus dimulai tahun 2015.

"Karenanya, tidak ada alasan bagi Pemerintah Aceh untuk menghambat modal Bank Aceh Syariah. Karena ini sudah sangat mendesak, dan jangan ditunda-tunda lagi," harap Abdurrahman.

Abdurrahman mengungkapkan, sejak awal memang Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) tidak ada niat baik untuk mengusulkan modal pembentukan Bank Aceh Syariah dalam KUA PPAS RAPBA tahun 2015.

Kemudian, sejumlah anggota DPRA dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) dengan TAPA, Kamis (15/1/2015) malam mengusulkan agar penyertaan modal Bank Aceh Syariah harus dimasukkan dalam KUA PPAS.

Awalnya sempat muncul angka Rp100 miliar, dari total kebutuhan modal Rp500 miliar yang harus dipenuhi hingga 2016.Karena TAPA tetap berdalih tidak cukup anggaran, pada rapat malam itu hanya disepakati modal yang bisa diberikan hanya Rp50 miliar dalam RAPBA 2015.

Selanjutnya, pada tahun berikutnya akan ditambah lagi hingga mencapai Rp500 miliar. Namun, secara tiba-tiba beberapa jam menjelang penandatanganan KUA PPAS pada Jum'at (16/1/2015) siang, tiba-tiba TAPA dikabarkan memotong lagi modal untuk Bank Aceh Syariah hingga hanya tinggal Rp20 miliar.

Ia mengakui, pihaknya DPRA telah berupaya memperjuangkan modal untuk Bank Aceh Syariah dari tidak ada sedikitpun menjadi ada Rp. 50 miliar. Namun, TAPA malah memotongnya lagi Rp30 miliar untuk dialihkan ke tempat lain.
“Ini benar-benar menunjukkan tidak ada niat baik Pemerintah Aceh untuk mendukung lahirnya Bank Aceh Syariah. Anggaran yang sudah kita perjuangan dan sudah disepakati, malah dipotong lagi oleh mereka," jelas Abdurrahman.

Ia berharap, dana Rp50 miliar untuk modal Bank Aceh Syariah harus dikembalikan oleh TAPA. Jika memang untuk program lain tidak cukup anggaran, maka jangan diambil dari modal untuk Bank Aceh Syariah, yang sudah diperjuangkan oleh dewan.

Gubernur tidak boleh diam saja terhadap modal pembentukan Bank Aceh Syariah yang merupakan aspirasi ulama dan umat Islam Aceh ini.

”Saat ini terlihat gubernur seperti tidak ada komitmen untuk ekonomi syariah ini. Kesannya, gubernur hanya perlu ulama saat kampanye Pilkada atau saat ada kepentingan politiknya saja, sementara ketika ada aspirasi ulama seperti halnya bank syariah ini, gubernur tak pernah mau mendengarnya dan tutup telinga," tegas Abdurrahan yang Politisi Partai Gerindra ini. (SA/WDA)
Sumber : rri.co.id

Posting Komentar

 
Top