Banda Aceh - Keseriusan dan kepedulian Pemerintah Aceh mewujudkan Syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) sangat dibutuhkan, termasuk mengimplementasikan ekonomi syariah di provinsi itu.

Kalangan ulama berpendapat bahwa salah satu "kunci" untuk mengimplementasikan ekonomi Islam adalah dengan melahirkan perbankan syariah. Aceh sebagai provinsi berjuluk "Serambi Mekah" itu dinilai memiliki peluang besar mewujudkan bank syariah.

Pendirian bank syariah itu sudah dapat dilakukan menyusul telah lahirnya payung hukum berupa Qanun PT Bank Aceh Syariah yang disahkan legislatif (DPRA) pada September 2014.

Sejak lahirnya undang undang khusus yang memberi wewenang untuk melaksanakan Syariat Islam secara kaffah pada 2002, namun hingga kini Aceh masih memiliki bank lokal konvensional atau bank "plat merah" milik pemerintah setempat, Bank Aceh.

Selama ini, bank syariah di Aceh masih berstatus Unit Usaha Syariah yang merupakan unit dari Bank Aceh yang saham terbesarnya dipegang Gubernur Aceh Zaini Abdullah, selain para bupati dan wali kota di provinsi ini.

Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh menyatakan untuk melahirkan Bank Aceh Syariah di daerah itu harus dengan komitmen kuat gubernur dalam mewujudkannya. "Komitmen kuat gubernur akan mempercepat lahirnya Bank Aceh Syariah," kata Wakil Ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh M Jamil Ibrahim.

Ia menjelaskan sebagai provinsi yang menerapkan syariat Islam, Aceh seharusnya sudah memiliki Bank Aceh Syariah dibanding daerah lain.

"Penerapan prinsip syariah dalam ekonomi terutama dalam menghadirkan bank syariah akan melahirkan masyarakat yang lebih baik," katanya.

Menurut dia, jika Aceh masih tetap bertahan dengan Bank Aceh konvensional tanpa melahirkan Bank Aceh Syariah maka sistem riba akan terus bertahan.

Karena itu ia berharap agar Bank Aceh Syariah yang saat ini masih berada di bawah Bank Aceh konvensional dapat segera menjadi bank syariah.Ia optimistis tekad dari Gubenur Aceh dalam mempercepat kehadiran Bank Aceh Syariah akan terwujud di provinsi berjulukan Serambi Mekah.

Sementara itu Gubenur Aceh Zaini Abdullah menyatakan komitmennya untuk mewujudkan pendirian Bank Aceh Syariah di Bumi Iskandar muda.

"Pemerintah Aceh sangat komit untuk menerapkan perekonomian syariah terutama di sektor bank milik pemerintah daerah, namun semuanya itu membutuhkan keseriusan kita semua, termasuk manajemen bank induk, Bank Aceh," katanya.

Ketua Bappeda Aceh Abubakar Karim menyebutkan, belum masuknya modal untuk Bank Aceh Syariah dalam KUA PPAS 2015 karena KUA PPAS itu sudah disusun pada Juli 2014, sementara Qanun No. 9 Tahun 2014 baru disahkan bulan Oktober.

Akan tetapi, kalangan legislatif menilai pesimis Gubernur Aceh untuk melahirkan Bank Aceh Syariah, yang ditandai dengan tidak seriusnya pemberian modal awal dari pemerintah.

Hal itu terlihat dari kurang dukungan dalam penyertaan modal untuk pembentukan bank syariah dari Pemerintah Aceh sebagai pemegang saham pengendali yang merupakan salah satu syarat pembentukan bank, kata anggota Komisi III DPRA Musannif Sanusi.

"Kami menilai gubernur tidak komit membentuk Bank Aceh Syariah. Dan Pemerintah Aceh hanya basa-basi tanpa aksi nyata berupa penyertaan modal sebagai bentuk keseriusannya melahirkan bank syariah" katanya.

Kurang serius

Politisi PPP itu juga mengklarifikasi pernyataan Kepala Bappeda Aceh Abu Bakar Karim mewakili Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) yang menyebutkan bahwa DPRA sendiri yang memotong penyertaan modal Bank Aceh Syariah yang diajukan dalam KUA PPS 2015.

"Bagaimana dikatakan kami yang memotong padahal TAPA tidak pernah mengusulkannya dalam KUA PPAS 2015. Kami justru yang memperjuangkan dana penyertaan modal untuk Bank Aceh Syariah itu dari tidak ada menjadi Rp50 miliar," kata dia.

Anehnya, menurut Musanif, setelah diperjuangkan beberapa anggota DPRA di Badan Anggaran, oleh TAPA malah di dalam pembahasan mengatakan tak ada gunanya menempatkan Rp50 miliar itu sekarang untuk modal Bank Aceh Syariah.

Mereka beralasan bahwa Pemerintah Aceh masih perlu persiapan dulu untuk mengkaji aturan hukum pembentukan bank syariah tersebut, sehingga TAPA hanya mengajukan dana persiapan persiapan tersebut sebesar Rp1 miliar.

"Kalau memang gubernur komitmen, maka seharusnya Pemerintah Aceh dan tim TAPA yang mengajukan sejak awal," kata dia menambahkan.

Sementara Ketua Fraksi Gerindra/PKS di DPRA, Abdurrahman Ahmad juga berpendapat bahawa tim TAPA perlu menunjukkan bukti ke publik jika memang serius mendukung pembentukan Bank Aceh Syariah.

"Sejauh ini tidak ada bukti bahwa Pemerintah Aceh berkomitmen, tapi sebaliknya untuk mencari simpati ulama dan masyarakat. Kalau memang komit kenapa tidak menambah lagi modal yang telah ada Rp20 miliar yang telah diperjuangkan oleh DPRA," ujarnya.

Abdurrahman Ahmad menyebutkan, alasan itu tidak tepat. Karena penyertaan modal untuk pembentukan Bank Aceh Syariah telah ditegaskan dalam Qanun No. 16 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal kepada BUMA termasuk kepada Bank Aceh Syariah sebesar Rp500 miliar.

"Jadi kita ingin jangan terlalu banyak mencari alasan lah kalau untuk kepentingan syariat Islam," katanya menjelaskan.

Sementara itu, Sekjen Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam Muhammad Saman menyatakan, Pemerintah Aceh tidak perlu takut intervensi asing dalam melaksanakan penerapan syariat Islam di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

"Pemerintah Aceh tidak perlu takut menerapkan syariat Islam sebab mendapat dukungan penuh dari masyarakat," katanya mengharapkan.

Ia mengatakan dalam pelaksanaan syariat Islam di provinsi berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa itu ada pihak yang tidak senang, namun Pemerintah Aceh harus tetap bersungguh-sungguh menjalankannya.

Muhammad Saman mengatakan apabila Pemerintah Aceh tidak menjalankan secara optimal maka akan mendapat kritikan dari masyarakat.

KWPSI akan terus mendorong dan mengawal Pemerintah Aceh agar tetap konsisten untuk mewujudkan syariat Islam secara kaffah, termasuk merealisasikan pembentukan Bank Aceh Syariah di provinsi mayoritas berpenduduk muslim itu.

Dalam konteks Pembentukan Bank Aceh Syariah, berbagai kalangan juga menilai sangat sesuai dengan visi misi pemerintahan yang dipimpin Gubernur Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf.

Karena itu, tidak ada alasan bagi Pemerintah Aceh untuk tidak mewujudkan ekonomi Syariah yang dimulai dari realisasi terbentuknya Bank Aceh Syariah di bumi Iskandar Muda ini.Dan yang tidak kalah pentingnya, melalui realiasi Bank Aceh Syariah maka ke depan

Pemerintah Aceh telah melakukan upaya dalam mengeluarkan masyarakat daerahnya dari belenggu bank konvensional.

Sumber : antaraaceh.com

Posting Komentar

 
Top